Dikisahkan pula bahwa Mu’inuddin, seorang murid, pernah mengundang
Maulana ke seuatu pertemuan mistis, dimana tokoh-tokoh penting dikota itu juga
di undang untuk menghormatinya. Setelah acara mendegarkan khutbah selesai,
makanan disajikan, dan hidangan istimewa, yang berisi masakan yang sangat
lezat, diletakkan di depan Maulana. Mu’inuddin telah menempatkan di dalam
hidangan itu sebuah pundi berisi mata uang emas, dan dia menyembunyikannya
dengan rapi dibalik nasi di atas piring. Ini dilakukan untuk menguji apakah
Maulana dapat mengetahuinya tanpa menyentuh makanan itu. Sebagai tipu daya,
tuan rumah mendesak agar makanan itu diambil tanpa sungkan-sungkan, dan dia menambahkan
bahwa makanan itu dibeli dengan uang halal. Tetapi Maulana duduk saja tanpa
menyentuh makanan tersebut, dan kemudian dia berkata bahwa makanan yang baik
mestinya tidak dicemari oleh benda lain seperti mata uang emas—dia telah
“menemukan” tipu daya itu, jelas melalui kekuatan batinnya. Selanjutnya dia
membaca syair pertama dari sebuah nyanyian yang panjang :
Hatiku
memendam cinta bukan kepada
Benda
yang paling manis
Atau
apa pun yang berkilau dan bersinar!
Maka,
sesungguhnya ;
Bagiku
tidak ada artinya pundi emas
Di
dalam mangkuk yang berisi benda mati ini.
Tuan rumah memohon ampun kepada Maulana, dan menyentuh kaki sang Guru
sebagai penghormatan dan ungkapan rasa malu, karena dia telah menguji sang
guru.
Sumber : 100 Kisah Kearifan Rumi
0 komentar:
Posting Komentar